Posted by: yettiaka | April 20, 2020

Percakapan Singkat tentang Cinta

(Cerpen Yetti A.KA, Tribun Jabar, 19 April 2020)

Tidak jauh dari tempat Lasinta mulai menurunkan berpotong-potong pakaian dari lemari, Big—Lasinta suka memanggilnya begitu, meski lelaki itu punya panggilan yang lebih populer di kalangan keluarga dan teman-temannya, yakni Bado (sebagaimana Big, panggilan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan nama aslinya)—juga melakukan hal yang sama. Ia berdiri di depan lemari yang khusus menyimpan pakaiannya. Menurunkan kemeja, kaus, celana, kaus kaki, topi, dasi, dan lainnya dan mengumpulkan barang-barang itu di lantai untuk disortir mana yang akan ia bawa pergi, mana yang mesti ditinggalkan dan masuk ke dalam kantong sampah.

Read More…

Posted by: yettiaka | April 20, 2020

Penerbangan

(Cerpen Yetti A.KA, Padang Ekspres, 29 Maret 2020)

Kibi menekan ujung rokoknya kuat-kuat ke dasar asbak. Rokok itu seketika hancur. Menyisakan asap tipis dan puntung pendek dengan noda lipstik merah bata—warna yang sama di bibir tebal Kibi. Ia berbicara tentang jam penerbangannya. Temannya berkata, “Kapan kau ingin dipesankan taksi?” Buru-buru temannya menambahkan bahwa mobil mungkin akan kesulitan menembus kemacetan. Hari ini baru saja diadakan acara pembukaan festival kebudayaan tahunan. Warga berbondong-bondong datang dari berbagai sudut kota untuk menyaksikan kemeriahan pawai yang melewati jalan utama—ditambah para turis luar daerah dan mancanegara. Pada jam ini tentunya mereka sedang memenuhi jalanan menuju rumah atau penginapan masing-masing. “Tidak masalah,” kata Kibi seolah itu bukan sesuatu yang perlu dicemaskan. Ia tidak berencana untuk menunda kepulangannya, tapi juga tak menunjukkan bahwa ia harus segera sampai di bandara jika tidak ingin ditinggalkan pesawat.

Read More…

Posted by: yettiaka | April 20, 2020

Seseorang yang Selalu Ingin Pergi

(Cerpen Yetti A.KA, Kompas Id, 29 Februari 2020)

Sekali lagi, ia ingin pergi. Sebagaimana biasanya, ia tak melakukan persiapan apa-apa saat akan meninggalkan kehidupannya di sini, selain menelepon Hamir dan bilang, Ini waktunya aku memilih sebuah tempat yang benar-benar kuinginkan.

Hamir berkata, Sebaiknya kau menyelesaikan segala sesuatu dulu di sana sebelum pergi.

Ia memang kerap lupa tentang itu.   Karenanya Hamir menjulukinya ‘makhluk paling tidak peka’. Kadang-kadang, ia merasa tidak perlu pamitan dengan teman-teman kerja. Ia cukup mengajukan surat pengunduran diri dan segera menghilang. Ia juga merasa tidak harus mengadakan pesta perpisahan dengan beberapa kenalan dekat, orang-orang yang selama ini membantunya atau sekadar menemaninya. Karena itu Hamir memberikan julukan lain: egois, tidak punya hati, sombong, absurd.

Read More…

Posted by: yettiaka | April 20, 2020

Penjahit Lisabon

(Cerpen Yetti A.KA, Jawa Pos, 29 Desember 2019)

April dua puluh tahun lalu, Lisabon sampai ke kawasan permukiman orang miskin yang terletak di bawah Tempat Pemakaman Umum dengan aroma kematian menggantung di dahan-dahan kamboja atau kelepak sayap burung hantu dan menempati petak kecil paling ujung sebuah bedeng kumuh. Barang bawaannya bisa dihitung dengan jari. Satu mesin jahit Singer. Sepasang sepatu. Dua setel pakaian dan dalaman. Sisir. Bedak tabur. Peralatan mandi. Selebihnya, ia membeli barang bekas yang disodorkan para penyewa lain atau membeli obralan di pasar hingga ia nyaris memiliki semuanya sekarang ini, membuat ruangannya menjadi makin sempit dan ia sering mengeluh kegerahan di malam hari.

Read More…

Posted by: yettiaka | April 20, 2020

Segala Sesuatu yang Menggangguku

(Cerpen Yetti A.KA, Padang Ekspres, 10 November 2019)

Pipa air di asrama mahasiswa di depan rumahku, bocor. Airnya memancar ke mana-mana. Suaranya seperti hujan—ah, sungguh, pagi ini terlalu dingin untuk melihat air yang memancar dengan suara mirip hujan. Ke mana para penjaga? Ke mana tukang-tukang? Mereka seharusnya menelepon petugas PDAM.

Halo, ini penjaga asrama mahasiswa, di sini ada pipa yang bocor.

Halo, ya, halo, saya melaporkan kerusakan pipa.

Halo. Bisa kirim petugas ke asrama mahasiswa? Pipa memerlukan perbaikan segera.

Read More…

Posted by: yettiaka | April 20, 2020

Di Mana Kita Bisa Bahagia Hari Ini?

(Cerpen Yetti A.KA, Basabasi.Co, 1 November 2019)

Agustus yang dingin—demikian aku mengingatnya—Eleo, kawan karibku, datang ke rumahku dan mengatakan kalau ia akan menikah. Sebelumnya kami sama-sama menertawakan pernikahan. Bagi kami, pernikahan itu sebuah jalan menuju penjara dan menganggap teman-teman yang mendambakannya sebagai golongan perempuan naif. Karenanya, aku cukup terkejut waktu itu dan bilang, Kamu pasti bercanda kan? Temanku itu seorang pemain teater. Ia mengikuti berbagai event, dalam dan luar negeri. Kupikir ia sedang mengerjaiku. Aku tidak yakin apa motifnya (aku sedang tidak ulang tahun atau merayakan hari apa pun), tapi pastilah ia sengaja mau bermain-main dan ingin membuatku panik. Dan kuakui, itu memang benar—bahwa aku panik. Selama ini kami selalu kompak dan saling menyokong bila berdebat dengan kelompok pemuja pernikahan. Kalau Eleo sampai menikah, maka aku akan sendirian. Lebih serius dari itu, aku jadi mencemaskan masa depan kariernya di dunia seni pertunjukan. Kami sudah banyak melihat bagaimana teman-teman kami satu per satu menghilang. Jangankan terus berkarier, untuk pergi minum kopi bersama teman lama saja mereka tidak bisa, sebab katanya seorang istri harus patuh pada suami, sebab bilangnya seorang ibu harus selalu di samping anak-anaknya. Mulanya memang tidak begitu, semua tampak baik dan tidak masalah, tapi lama-lama seorang istri atau ibu akan mengharuskan dirinya sendiri seperti itu dan mudah merasa bersalah atau semacam itu yang, bagiku, tidak masuk akal.

Selanjutnya sila baca di: https://basabasi.co/di-mana-kita-bisa-bahagia-hari-ini/

Posted by: yettiaka | October 22, 2019

HOMI

(Cerpen Yetti A.KA, Tribun Jabar, 20 Oktober 2019)

Sebuah pesawat  baru saja lepas landas.  Mama duduk di salah satu kursinya dan mungkin masih menekuri buku doa. Tadi, sewaktu menuju ruang tunggu keberangkatan, berulang kali Mama mengeluh kalau ia belum pernah naik pesawat. Pada saat itulah Homi memberikan buku kumpulan doa yang selalu disimpannya di tas. Homi bukan orang yang terlalu taat menjalankan ibadah, tapi ia percaya doa dapat menyelamatkan seseorang dari kemalangan.

Di mata Homi, pesawat terbang itu seperti seekor burung yang tengah melayang di ketinggian. Namun, bila naik pesawat, sebenarnya Homi lebih senang membayangkan dirinyalah yang seekor burung. Tadi ia juga mengatakan hal itu kepada Mama. Homi berkata, “Pandangi saja awan-awan itu, lalu bayangkan Mama seekor burung yang melayang di atasnya. Setelah itu Mama pasti tidak takut lagi.” Cara begitu selama ini ampuh membuat Homi nyaman dan merasa sangat dekat dengan Tuhan. Jadi apa yang perlu ditakutkan lagi jika terbang bersama Tuhan?

Read More…

Posted by: yettiaka | October 22, 2019

Kenapa Seseorang Membakar Sebuah Gedung?

(Cerpen Yetti A.KA, detik com, 19 Oktober 2019)

“Kenapa seseorang membakar sebuah gedung?”  Itu yang Kiku katakan di satu siang ketika  datang ke meja kerja Almo. Pertanyaan tiba-tiba dari Kiku itu membuat Almo sedikit bingung, tapi ia menjawab, “Pasti banyak alasan jika ada orang sampai melakukannya.” “Kau pernah ingin melakukannya?” tanya Kiku. Almo agak takut melihat mata Kiku yang penuh rasa ingin tahu—dan itu bukan rasa ingin tahu biasa. Almo pikir itu bukan diri Kiku yang ia kenal. Kiku jarang tertarik pada sesuatu dalam diri orang lain. Ketika Almo berkata bahwa ada yang  berbeda dengannya, Kiku bertanya, “Memangnya seperti apa aku yang kau kenal?”

Read More…

Posted by: yettiaka | October 11, 2019

Marinda Menjadi Mawar

(Cerpen Yetti A.KA, basabasi co, 23 Agustus 2019)

Seorang perempuan telah patah hati. Tidak ada yang tahu siapa yang mematahkan hatinya atau bagaimana bisa patah. Tiba-tiba saja perempuan itu datang ke sini, seperti baru terbangun dari tidur panjang, melolong sejadi-jadinya, dan meremas dada sambil mengoceh tentang luka, lalu mengutuk dirinya menjadi mawar yang indah.

….

“Itu mawarnya,” kata penjual tanaman kepada lelaki itu. Ia mengaku melihat sendiri kejadiannya. Bahkan menurutnya dia satu-satunya saksi mata keajaiban itu dan karenanya cerita tentang mawar itu hanya ia yang tahu. “Kau beruntung,” tambah penjual tanaman, “aku tidak menceritakan kisah ini kepada orang lain.”

Read More…

Posted by: yettiaka | October 11, 2019

Tentang Kita dan Laut

(Cerpen Yetti A.KA, Kompas, 18 Agustus 2019)

Kau bilang sangat menyukai laut. Kau memang tidak mengatakannya langsung kepadaku—sebagaimana juga hal-hal lainnya. Namun, dari balik dinding kamar aku pernah mendengar kau bicara tentang itu; tentang keinginanmu berdiri di depan laut dan kau menyaksikan ikan-ikan berlompatan. Lalu, setelah itu, sambil telentang di tempat tidur aku segera membuat sebuah adegan dalam kepalaku: kau berdiri menghadap laut, ikan-ikan keluar dan melakukan atraksi seperti sedang tampil dalam sebuah pertunjukan sirkus, mereka bergerak ke sana kemari, menari, berjumpalitan, lalu  sebelum bergerak ke atas dan ke atas lagi dalam sekejap mereka mengubah diri menjadi serombongan burung, beberapa ekor terjatuh dan mati, beberapa yang lain terus membumbung tinggi, menjadi titik-titik hitam, menjadi tiada.

Read More…

Older Posts »

Categories